Minggu, 14 Agustus 2011

Biogeografi Jawa Barat

Kondisi Geografis
Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5°50' - 7°50' LS dan 104°48' -104°48 BT. Luas wilayah Provinsi Jawa Barat Barat pada tahun 2008 adalah 34.816,96Km2, terdiri atas 16 wilayah kabupaten dan 9 wilayah kota. Secara administrasi batas-batas Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut :
1.       Utara : Laut Jawa
2.       Timur : Jawa Tengah
3.       Selatan : Samudra Hindia
4.       Barat : DKI Jakarta dan Provinsi Banten

Sebagian besar wilayah kabupaten / kota di Jawa Barat berbatasan dengan laut, sehinggaWilayah Jawa Barat memiliki garis pantai cukup panjang, yaitu 755,83 Km.Jawa Barat memiliki iklim tropis, selama ini suhu terendah tercatat 9o Celcius yaitu diPuncak Gunung Pangrango dan suhu tertinggi tercatat 34o Celcius di daerah pantai utara.Tetapi pada bulan Oktober 2008 yang baru saja berlalu, suhu di Jawa Barat sempat mencapai 35o Celcius selama 3 - 4 pekan lamanya yang hampir merata dialami olehseluruh daerah di Jawa Barat. Curah hujan rata-rata tahunan di Jawa Barat mencapai 2.000mm/tahun, namun di beberapa daerah pegunungan bisa mencapai 3.000 - 5.000mm/tahun.
Topografi
Ciri utama daratan Jawa Barat adalah bagian dari busur kepulauan gunung api (aktif dan tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung utara Pulau Sulawesi.Daratan dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di selatan dengan ketinggian lebih dari1.500 m di atas permukaan laut, wilayah lereng bukit yang landai di tengah ketinggian 100 1.500 mdpl, wilayah dataran luas di utara ketinggian 0 . 10 m dpl, dan wilayah aliran sungai.


Demografi
Penduduk asli Jawa Barat adalah suku Sunda. Jawa Barat merupakan wilayahberkarakteristik kontras dengan dua identitas; masyarakat urban yang sebagian besartinggal di wilayah JABOTABEK (sekitar Jakarta) dan masyarakat tradisional yang hidup dipedesaan yang tersisa.Pada tahun 2002, populasi Jawa Barat mencapai 37.548.565 jiwa, dengan rata-ratakepadatan penduduk 1.033 jika/km persegi. Dibandingkan dengan angka pertumbuhannasional (2,14% per tahun), Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat terendah, dengan2,02% per tahun.
Bentang Alam
Proses geologi yang terjadi jutaan tahun lalu menyebabkan Provinsi Jawa Barat  dengan  luas 3,7 juta  hektar terbagi menjadi  sekitar 60 % daerah bergunung dengan ketinggian antara 500 - 3.079 meter dpl dan  40 %  daerah dataran yang memiliki variasi tinggi antara 0 - 500 meter dari permukaan laut . Wilayah pegunungan umumnya menempati bagian tengah dan selatan Jawa Barat. Pada bagian tengah dapat ditemukan gunung-gunung api aktif seperti Gunung. Salak (2.211 m), Gede-Pangrango (3.019 m) , Ciremai (3.078 m) dan Tangkuban Perahu (2.076) berpadu dengan deretan pegunungan yang sudah tidak aktif seperti Gunung Halimun (1.744 m), Gn. Ciparabakti (1.525 m) dan Gn. Cakrabuana (1.721 m). Demikian pula halnya di wilayah selatan, gunung-gunung api masih umum dijumpai seperti Gunung Galunggung (2.168 m), Papandayan (2.622 m), dan Guntur (2.249 m); bersama deretan pegunungan yang sudah tidak aktif seperti pegunungan selatan Jawa. Keadaan sebaliknya dijumpai di wilayah utara Jawa Barat yang merupakan daerah dataran sedang hingga rendah dengan didominasi oleh dataran alluvial. Daerah daratan Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi beberapa karakter sebagai berikut:
·         daerah pegunungan curam di bagian selatan dengan ketinggian > 1.500 m dpl,
·         daerah lereng bukit landai di bagian tengah dengan ketinggian 100-1.500 m dpl.
·         daerah dataran rendah yang luas di bagian utara dengan ketinggian 0-10 m dpl.
Geologi
Secara geologis daratan Jawa Barat merupakan bagian dari busur kepulauan gunung api (aktif dan tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung utara Pulau Sulawesi. 
Jawa Barat didominasi oleh endapan alluvial yang terdapat di bagian utara dan sebagian di selatan. Endapan lainnya yang cukup dominan adalah Elosen yang terdapat di bagian tengah - timur, dan alluvial faces gunung api di bagian tengah - barat. Kondisi geologi ini sangat mempengaruhi kegiatan penduduk dalam memanfaatkan sumberdaya alam, khususnya kegiatan penambangan.
Hidrologi
Menurut Balai Dinas Pengelolaan Air Provinsi Jawa Barat, di Jawa Barat terdapat 40 sungai yang berarti ada 40 Daerah Aliran Sungai (DAS), sebagaimana ditampilkan pada gambar berikut. DAS-DAS tersebut dikelompokkan lagi menjadi beberapa kelompok DAS. Kelompok yang memiliki area terluas adalah DAS Citarum disusul kemudian oleh Kelompok DAS Cisadane-Cimandiri.
Iklim
Aspek iklim menunjukkan Jawa Barat merupakan daerah hampir selalu basah dengan curah hujan berkisar antara 1.000 - 6.000 mm, dengan pengecualian untuk daerah pesisir yang berubah menjadi kering pada musim kemarau. Pada daerah selatan dan tengah, intensitas hujan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah utara (gambar 2.4). Sementara untuk Daerah Aliran Sungai (DAS), bagian utara menjadi muara bagi beberapa sungai besar seperti Citarum, Cimanuk, Ciliwung dan Cisadane. Sedangkan di selatan terdapat lebih sedikit sungai besar yang mengalir ke arah Samudera Hindia, yaitu Citanduy dan Cimandiri. Keadaan berbeda juga ditemukan pada perairan laut yang membatasi Jawa Barat. Daerah utara berbatasan dengan Laut Jawa dengan perairan dangkal sementara di selatan bersebelahan dengan Samudera Hindia  yang memiliki perairan dalam
Keanekaragaman Fauna
Secara umum dunia fauna dapat dikelompokkan kedalam: serangga, pisces, amfibi, reptil, aves dan mamalia. Dari kelompok-kelompok tersebut ada fauna yang langsung berhubungan dengan kepentingan manusia yaitu bisa bermanfaat bagi manusia, bersifat hama, disukai untuk dipelihara atau dikonsumsi dan juga fauna dengan status khusus seperti fauna endemik (hanya ditemui di suatu daerah tertentu), langka/hampir punah dan punah. Masing-masing kelompok fauna tersebut, yaitu :
Kelompok serangga
Kelompok ini memiliki berbagai macam manfaat. Salah satu peran serangga yang sangat penting secara ekologis adalah dalam proses penyerbukan (polinasi) yang dilakukan oleh kupu-kupu. Akan tetapi kelimpahan dan keanekaragaman spesiesnya dewasa ini semakin berkurang yang disebabkan oleh beberapa faktor penting yaitu berkurangnya habitat dan eksploitasi untuk diperdagangkan karena umumnya kupu-kupu karena keindahannya.
Karena dalam siklus hidupnya serangga biasanya mengalami proses metamorfosis, ada fase-fase tertentu dari proses tersebut yang kurang disukai oleh manusia yaitu pada fase larva atau yang lebih dikenal dengan nama ulat. Pada fase ini, serangga biasanya dianggap hama oleh para petani karena merusak tanaman.
Di habitat alami, belalang dan jengkrik adalah kelompok serangga yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber makanan burung, reptil dan amfibi. Akan tetapi jenis-jenis belalang tertentu apabila populasinya tidak terkendali dapat bersifat hama terhadap tanaman bididaya seperti padi sehingga petani mengalami gagal panen.
Kelompok pisces
Ikan-ikan air tawar yang dijumpai pada daerah aliran sungai citarum dan tiga waduk besar di wilayah Jawa Barat, yaitu Jatiluhur, Cirata dan Saguling. Ikan-ikan air tawar yang dijumpai pada daerah-daerah tersebut di atas dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:
·         Ikan yang menjadi ciri khas Sungai Citarum : tagih/baung, hampal, keting dan udang batu.
·         Ikan khas Sungai Citarum yang tidak ditemukan lagi setelah pembangunan waduk : tawes, lelawak, sengal, arengan, walangi
·         Ikan yang masih bisa ditemukan di sungai dan waduk : deleg, sidat/moa, betok, pepetek, kebo gerang, julung-julung, keting, bereum panon, beunter, sepat, paray, betutu/bodo, jeler, oleng, gabus, belut
·         Ikan budidaya yang diintroduksi ke perairan waduk : patin, ikan mas, nila, gurame
·         Ikan hias yang diintroduksi ke perairan waduk : arwana, golsom, oskar
·         Ikan yang secara tradisi dikonsumsi oleh masyarakat sekitar : tagih/baung
·         Ikan atau udang yang dijumpai pada bulan/periode tertentu : udang batu
Kelangkaan dan kepunahan beberapa jenis ikan ‘indigenous’ di daerah aliran Sungai Citarum diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: perubahan habitat dari sungai ke danau/waduk, pencemaran dan ‘overfishing’ yang dilakukan untuk kebutuhan pangan. Jenis-jenis ikan yang punah tersebut, yaitu arengan, lelawak, sengal, tawes. walangi belum sempat didomestikasi sehingga informasi yang berkaitan dengan spesies-spesies tersebut tidak banyak.
Kelangkaan dan kepunahan beberapa spesies ikan terjadi juga sebagai akibat penggunaan pestisida terutama untuk ikan-ikan yang mendiami ekosistem binaan seperti sawah seperti ikan-ikan kecil/impun dan belut sawah.
Kelompok amfibi dan reptil
Kelompok amfibi dan reptil yang ditemukan di lapangan statusnya semakin hari akan semakin langka. Hal ini diakibatkan karena habitat yang tersedia semakin berkurang dan belum satupun dari jenis kelompok ini yang sudah bisa didomestikasi dan dibudidaya.
Kelangkaan beberapa spesies kelompok ini terjadi sebagai akibat perburuan oleh manusia untuk dikonsumsi dan dipelihara antara lain: katak sawah, katak catang, beberapa jenis ular, biawak, bunglon, kura-kura, dll.
Beberapa jenis amfibi dan reptil masih sering dijumpai di beberapa daerah di Jawa Barat adalah biawak (disekitar daerah aliran Sungai Citarum dan waduk, danau Sanghyang di Tasikmalaya), kura-kura (disekitar daerah aliran Sungai Citarum dan waduk, sungai-sungai di daerah Bogor/Sentul)
Kelompok aves
Kelangkaan jenis burung lebih disebabkan karena nilai ekonomis burung yang sangat tinggi sebagai hewan peliharaan sehingga penagkapan liar tidak bisa dihindarkan disamping ketersediaan habitat yang semakin berkurang.
Sebagai contoh burung madu di daerah Tangkuban Parahu, berdasarkan laporan terakhir dari hasil survey mahasiswa Biologi-ITB, spesiesnya tidak lebih dari tiga, hal ini disebabkan karena habitatnya terutama sebagai tempat/sumber makanan semakin berkurang sehingga kondisi ini akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan populasi burung tersebut.
Berdasarkan hasil survey di daerah danau-danau kecil di Sentul/Bogor, beberapa jenis burung air atau yang mencari makan di daerah perairan masih bisa dijumpai seperti belekok, bangau dan raja udang. Beberapa jenis burung sudah bisa dibudidaya/ditangkar dan didomestikasi
Kelompok mamalia
Kelangkaan jenis mamalia disebabkan oleh dua faktor utama yaitu aktivitas perburuan dan habitat aslinya terganggu. Salah satu contoh penurunan drastis kelompok ini adalah jarang dijumpainya lagi banteng di Hutan Sancang (Garut) dan di Pangandaran. Banteng ini sebenarnya sudah lama menjadi maskot di kedua daerah tersebut.
Usaha penangkaran kelompok mamalia yang ada seperti penangkaran Rusa di Ranca Upas akan sangat bermanfaat bagi kelestarian spesies ini dan juga bisa dijadikan tempat tujuan wisata dan pendidikan/penelitian. Manusia memanfaatkan hewan ini untuk hobi/kesenangan, sumber makanan dan kulitnya untuk bahan sandang.
Keanekaragaman Flora
Menurut penelitian yang pernah dilakukan Va Steenis (dalam Backer dan Bakhuizen van de Brink,1965), setidaknya terdapat 3.882 spesies tumbuhan berbunga dan tumbuhan paku asli Jawa Barat dan 258 jenis yang dimasukkan dari luar. Perbandingan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk tumbuhan asli adalah 3.882:2.851:2.717. Khusus untuk anggrek (Orchidaceae) di Pulau Jawa, di Jawa Barat terdapat 607 jenis alami, 302 jenis (50%) hanya ada di Jawa Barat. Menurut Comber (1990) di Jabar terdapat 642 jenis anggrek dan hanya terdapat di Jawa Barat 248 jenis.
Tumbuhan yang termasuk pohon, di Jawa Barat terdapat 1.106 jenis (Prawirya,tbt) dengan 51 jenis disebut dengan pohon-pohon penting, diantaranya jati (Tectona grandis), rasamala (Altingia excelsa), kepuh (Sterculia foetida), jamuju (Podocarpus imbricatus), bayur (Pterespermum javanicum), puspa (Schima wallichii), kosambi (Schleichera oleosa), beleketebe (Sloenea sigun), pasang (Lithocarpus spp.), pedada (Sonneratia alba), bakau (Rhizhopora mucronata) dll. Menurut Van Steenis (1972) di Jawa Barat terdapat 39 jenis tumbuhan pegunungan yang dikategorikan jarang, 18 jenis diantaranya sejauh ini diduga endemik. Di antara yang endemik tersebut, 11 jenis adalah anggrek (Orchidaceae). Sebelumnya Van Steenis menyebutkan ada dua jenis yang endemik di Jawa Barat yaitu Heynella lactea (Tjadasmalang) dan Silvorchis colorata (di sekitar Garut). Selain itu, di Pulau Jawa, dari 6.543 jenis yang ada, 1.523 jenis (23,4 %) adalah tanaman budidaya, sisanya berupa 4.598 jenis tumbuhan liar dan 413 jenis tumbuhan asing yang ternaturalisasi. Sebagian dari tumbuhan alami terdapat di kawasan konservasi yaitu hutan lindung, cagar alam, suaka margasatwa dan taman nasional. Di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango terdapat 844 jenis tumbuhan berbunga.
Salah satu genus flora yang unik di Jawa adalah bunga Rafflesia. Jenis Rafflesia padma banyak tercatat di hutan Jawa Barat dan jenis Rafflesia sochussenii yang baru ditemukan kembali oleh pencinta alam Lawalata IPB di Gunung Salak setelah 73 tahun hilang. Hutan pegunungan di Jawa Barat juga sebagai benteng terakhir bagi bunga abadi Edelweiss (Anaphalis javanica). Bunga Edelweiss dapat dijumpai di puncak-puncak pegunungan, seperti di Gunung Papandayan (Garut), Gunung Ciremai (Kuningan), dan Gunung Gede-Pangrango (Bogor).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar